Makan Bergizi Gratis dan Ancaman Keracunan: Peringatan Dini bagi Program Besar

  • Whatsapp

“Antara Harapan dan Keraguan”

Oleh: NEFRIZAL PILI PIMRED Media Redaksi86 dan Ketua DPC PJS Kabupaten Kampar

OPINI [Redaksi86.com] — Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dirancang untuk mengatasi gizi buruk, meningkatkan konsentrasi belajar siswa, dan menjadi simbol kehadiran negara dalam menjamin hak dasar anak-anak. Namun, kasus keracunan siswa akibat makanan MBG justru menimbulkan ironi: program yang diniatkan memberi kesehatan justru menebar ancaman. Peristiwa ini tentu mengguncang kepercayaan publik dan bisa merusak legitimasi program jika tidak segera ditangani dengan serius.

Risiko Sistemik dalam Implementasi

Kejadian keracunan ini menunjukkan bahwa masalah bukan hanya pada “niat baik” program, tetapi pada rantai implementasi. Dari pengadaan bahan, proses memasak, penyimpanan, distribusi, hingga pengawasan mutu—semua rentan terjadi kelalaian. Di sekolah, makanan bisa basi karena distribusi tidak tepat waktu, higienitas tidak terjamin, atau pengawasan terlalu longgar.

Lebih jauh, skala Nasional membuat risiko ini berlipat ganda. Jika ribuan sekolah setiap hari menerima makanan, cukup satu titik lalai untuk memicu kejadian luar biasa yang merugikan banyak pihak.

Jangan Matikan Program, Perbaiki Sistem

Kejadian keracunan seharusnya tidak dijadikan alasan untuk mematikan program, melainkan peringatan dini bahwa standar keamanan pangan harus diperketat. Pemerintah perlu memastikan:

1. Standarisasi ketat mulai dari supplier bahan makanan, dapur produksi, hingga distribusi.

2. Sertifikasi dan pelatihan higienitas bagi pihak yang terlibat, dari juru masak hingga Tim Ahli sebagai Pengawas.

3. Pengawasan independen melibatkan masyarakat, LSM, MEDIA dan Otoritas Kesehatan, bukan sekadar laporan internal birokrasi.

4. Sistem respons cepat: jika ada indikasi keracunan, penanganan medis, investigasi, dan evaluasi harus segera dilakukan secara transparan.

Momentum untuk Evaluasi Besar

Keracunan massal memang menyakitkan, tetapi bisa menjadi momentum bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh. Tanpa evaluasi, program rawan menjadi ladang proyek dan abai terhadap tujuan utamanya: meningkatkan kualitas gizi anak bangsa.

Jika pengawasan diperketat, distribusi lebih terencana, dan kualitas terjamin, MBG tetap bisa menjadi investasi besar bagi masa depan. Namun jika dibiarkan longgar, ketakutan publik akan terus membayangi, bahkan bisa mematikan kepercayaan pada program sosial pemerintah.

Penutup

Program Makan Bergizi Gratis adalah kebutuhan, tetapi kejadian keracunan siswa adalah alarm keras. Program ini tidak boleh sekadar dijalankan demi popularitas politik, melainkan harus berbasis keselamatan, mutu, dan akuntabilitas. Hanya dengan cara itu, MBG bisa benar-benar menjadi sumber kesehatan, bukan bencana yang berulang.**

Related posts