Pengawas Merangkap Pengelola Keuangan, Polemik ASN Rohil Kian Menguat

  • Whatsapp

ROKAN HILIR, Redaksi86.com Jabatan publik sejatinya merupakan amanah, bukan ruang untuk menumpuk kekuasaan maupun fasilitas. Dalam negara hukum, ketersediaan sumber daya manusia yang cakap bukanlah persoalan. Namun ketika jabatan publik dijadikan alat oleh segelintir pejabat untuk mengonsolidasikan kekuasaan, maka yang dipertaruhkan bukan hanya etika, melainkan juga kepercayaan publik.

Belakangan ini, isu rangkap jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN) kembali mencuat dan menjadi sorotan tajam masyarakat Kabupaten Rokan Hilir. Fenomena tersebut menuai cibiran publik dan ramai diperbincangkan di berbagai ruang diskusi lintas elemen masyarakat.

Sorotan mengarah pada dugaan rangkap jabatan yang dilakukan oleh salah satu pejabat ASN di lingkungan Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir. Oknum pejabat berinisial SM diduga memegang dua jabatan strategis sekaligus, yakni sebagai Kepala Inspektorat yang berfungsi sebagai pengawas dan auditor internal pemerintah daerah serta merangkap jabatan sebagai Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) yang memiliki kewenangan krusial dalam urusan pencairan dan administrasi keuangan daerah.

Kondisi ini memunculkan pertanyaan serius di tengah publik: apakah Pegawai Negeri Sipil (PNS) dibenarkan merangkap jabatan struktural?

Secara normatif, regulasi kepegawaian dengan tegas melarang praktik tersebut. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2017, disebutkan bahwa rangkap jabatan adalah kondisi di mana seorang PNS yang diangkat dalam satu jabatan struktural merangkap jabatan struktural lainnya, dan hal tersebut tidak dibenarkan.

Adapun ketentuan terkait penunjukan Pelaksana Tugas (Plt) atau Pelaksana Harian (Plh) juga telah diatur secara jelas. Seorang PNS yang ditunjuk sebagai Plt hanya diperbolehkan melaksanakan tugas paling lama tiga bulan, dan dapat diperpanjang satu kali sehingga total masa jabatan maksimal enam bulan. Apabila melewati batas waktu tersebut tanpa pengangkatan pejabat definitif atau perpanjangan yang sah, maka kondisi tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran administrasi kepegawaian.

Lebih jauh, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara menegaskan bahwa ASN hanya berhak menerima satu penghasilan dari negara. Ketentuan ini secara implisit melarang rangkap jabatan yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, terlebih jika jabatan yang dirangkap saling berkaitan antara fungsi pengawasan dan pengelolaan keuangan.

Berdasarkan penelusuran jejak digital, diketahui bahwa terdapat sekitar 23 pejabat eselon I dan II yang dilantik pada Jumat, 18 Juli 2025, sekitar pukul 16.00 WIB, di Negeri Seribu Kubah. Namun hingga kini, polemik terkait pengisian jabatan definitif serta dugaan rangkap jabatan masih menjadi tanda tanya besar di tengah masyarakat.

Hal tersebut disampaikan Ketua Dewan Pimpinan Cabang Inteligent Pengawas Pengguna Anggaran Republik Indonesia (DPC IPANRI) Kabupaten Rokan Hilir, Boyke Hutasoit, kepada Redaksi86.com, Rabu (31/12/2025).

Menurut Boyke, jika ditinjau dari sisi etika pemerintahan, praktik tersebut sangat tidak tepat dan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.

“Bagaimana logikanya pengawas internal yang memiliki tugas mengawasi OPD lain, kemudian justru menduduki jabatan di OPD yang diawasi. Ini jelas tidak tepat,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan agar persoalan ini tidak dibiarkan berlarut-larut dan diselesaikan melalui mekanisme yang transparan.

“Alangkah baiknya jabatan tersebut diisi oleh pihak lain yang sesuai aturan. Jangan sampai muncul kesan ‘win-win solution’ yang justru terjadi di ruang gelap,” tegasnya.

Boyke menilai, persoalan ini perlu mendapatkan klarifikasi resmi dari pihak berwenang serta pengawasan serius dari lembaga terkait. Penegakan aturan, menurutnya, bukan sekadar soal kepatuhan administratif, melainkan wujud komitmen menjaga integritas pemerintahan dan kepercayaan masyarakat.**

Laporan: Rudy Hartono

Related posts